Komentar

Asriyani, S.Pd., perempuan asal Cijambe, Subang, tidak pernah menyangka bahwa langkah kecilnya menjajakan pepes ikan keliling kampung pada 2016 akan menjadi awal perjalanan sebuah usaha kuliner yang kini dikenal luas: Dapoer Bu Aas. Dalam wawancara bersama Tim Radio Benpas Subang, Selasa (25/11), di rumah produksinya, ia menceritakan kisah jatuh bangun membangun bisnis dari nol hingga mampu menghasilkan berbagai olahan ikan dan nanas khas Subang.

Cijambe sendiri, dikenal sebagai kawasan dengan banyak kolam ikan. Ketersediaan bahan baku yang melimpah membuat Asriyani terdorong untuk mulai berjualan pepes ikan. Setiap hari ia mengantarkan jualannya menggunakan ojek, berkeliling kampung di Cijambe hingga pusat kota Subang.

Suatu hari, sisa pepes yang tidak habis dijual memberinya ide. Ia mencoba menggorengnya hingga kering, dan teksturnya mengingatkan pada abon. Dari percobaan sederhana itu, lahirlah abon ikan versi awal, sederhana, belum menarik, dan rasanya masih perlu banyak perbaikan. Dengan kemampuan dan modal terbatas, ia belajar otodidak melalui online dan berbagai sumber lain.

Namun tekadnya kuat. Ia terus menjual abon tersebut sambil menerima berbagai masukan. Berkat pendampingan PLUT-KUMKM, ia akhirnya menemukan resep terbaik yang masih digunakan hingga hari ini.

“PLUT-KUMKM adalah saksi perjalanan kami,” ujarnya.

Seiring meningkatnya kapasitas produksi abon, muncul masalah baru: limbah duri ikan yang menumpuk. Dibutuhkan solusi agar limbah tersebut tidak terbuang percuma. Sempat dijadikan pakan ikan, namun jumlahnya makin besar.

Dari situ muncullah inovasi kerupuk duri ikan, sebuah ide yang ia pelajari dari BRIN Subang. Proses awalnya tidak mudah. Berkali-kali gagal, bahkan menghasilkan beberapa karung kerupuk yang tidak layak jual. Namun kegigihannya membuahkan hasil: kerupuk duri ikan kini menjadi salah satu produk khas Dapoer Bu Aas.

Memasuki 2018, permintaan abon menurun. Asriyani dan suami kembali berpikir keras agar usaha tetap berjalan. Berada di daerah Subang, salah satu penghasil nanas terbesar di Indonesia memberikan peluang baru. Nanas dari Cimenteng dan Jalancagak menjadi bahan baku utama inovasi selanjutnya.

Dibantu DKUPP, Dinas Perikanan, dan Disnakertrans, Asriyani mengembangkan berbagai produk olahan nanas: Rujak Kerupuk Nanas, Pine Bar, Sale Nanas Krispi, hingga Kerupuk Nanas Original. Tak disangka, justru produk olahan nanas inilah yang kini menjadi favorit pelanggan.

Di rumah produksinya, kini ia mengatur jadwal harian antara olahan ikan dan nanas meski mayoritas permintaan didominasi produk berbahan nanas. Produksi nanas: rata-rata 50 kg per minggu, bisa lebih saat permintaan tinggi. Produksi ikan nila: tiga kali seminggu, sekitar 30 kg, dan dapat naik hingga 50–60 kg saat banyak pesanan abon. Lama proses: abon dapat langsung dipasarkan pada hari yang sama, sementara kerupuk memerlukan dua hari karena proses penjemuran.

Rujak Kerupuk Nanas menjadi andalan Dapoer Bu Aas. Dipadukan dengan bumbu rujak kering yang tahan hingga enam bulan, produk ini menjadi ciri khas yang membedakannya dengan olahan lain. Sementara abon ikan memiliki masa simpan hingga delapan bulan.

Namun perjalanan tidak selalu mulus. Salah satu tantangan besar adalah kemasan. Produk yang mudah melempem membuat Asriyani kembali berbenah. Atas saran PLUT-KUMKM, ia mengganti kemasan dengan bahan yang lebih aman dan menarik.

“Kalau terus berada di zona nyaman, kreativitas tidak akan muncul,” ungkapnya.

Produk Dapoer Bu Aas kini dapat ditemui di berbagai titik oleh-oleh Subang, seperti kawasan Lampu Satu, rest area, sejumlah toko di sepanjang Otista, hingga reseller di berbagai daerah dan pesantren.

Untuk penjualan online, ia memanfaatkan WhatsApp di 0852-9533-3614, serta Facebook dan Instagram Dapoer Bu Aas. Meski begitu, ia mengakui bahwa tantangan terbesar adalah beradaptasi dengan dunia digital.

“Banyak reseller yang justru lebih dulu memasarkan secara online,” katanya sambil tersenyum.

Dengan segala pencapaian dan tantangan, Asriyani tetap membuka diri terhadap kritik dan saran. Baginya, masukan adalah bahan bakar untuk terus memperbaiki produk dan meningkatkan kualitas. Selain modal, kebutuhan tenaga kerja juga menjadi kendala yang masih ia hadapi.

Untuk rencana jangka pendek, Asriyani ingin memperluas rumah produksi sekaligus memperluas jaringan pemasaran agar produknya dapat dikenal lebih luas. “Bukan hanya dikenal, tapi juga banyak order,” tutupnya penuh harap.

KATEGORI

Komentar (Komentar)

MEDIA SOSIAL+